Site icon REFLEK-IF

Komando Krisis Siber: Indonesia Perlu Bergerak Cepat

Di balik layar, para Penjaga siber bekerja senyap. Mereka adalah garda terdepan dalam mempertahankan infrastruktur digital dan menjaga ruang pikir bangsa.

Di balik layar, para Penjaga siber bekerja senyap. Mereka adalah garda terdepan dalam mempertahankan infrastruktur digital dan menjaga ruang pikir bangsa.”


Krisis siber terkoordinasi yang mengguncang sembilan sektor vital India pada awal Mei 2025, menjadi peringatan keras bagi Indonesia. Serangan tersebut tidak hanya menargetkan sistem militer, tetapi juga infrastruktur sipil yang menopang kehidupan masyarakat. Perang hari ini tak hanya terdengar deru tank atau dentuman senjata. Perang berlangsung dalam kesunyian—datang dari celah jaringan, menyasar pusat nadi bangsa. Dalam era digital ini, serangan semacam itu dapat melumpuhkan negara tanpa perlu menginvasi wilayah fisik. Jika Indonesia tidak segera merespons dengan struktur komando krisis siber yang tegas dan terkoordinasi, kita bisa menjadi korban berikutnya.

Dari Kerangka ke Komando

Dalam artikel Tanpa Doktrin, Ruang Siber Jadi Lahan Tak Bertuan, saya mengulas absennya arah strategis pengelolaan siber nasional. Sementara itu, Sipil dan Militer dalam Penjagaan Ruang Siber menyoroti pentingnya keseimbangan peran antar-aktor negara.

Kedua tulisan tersebut menekankan perlunya kerangka kerja yang jelas dan terkoordinasi dalam menghadapi ancaman siber. Namun, serangan terhadap India menunjukkan bahwa memiliki kerangka kerja dan keseimbangan peran saja tidak cukup. Kita memerlukan struktur komando krisis siber nasional yang mampu merespons dengan cepat dan efektif terhadap serangan yang dapat melumpuhkan infrastruktur vital negara.

Belajar dari Dunia, Menata Komando Kita

Saat ini, Indonesia memiliki Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang bertanggung jawab atas keamanan siber nasional. Namun, dalam situasi krisis, BSSN tidak memiliki otoritas untuk memimpin respons lintas sektor secara langsung. Sementara itu, TNI memiliki mandat untuk melindungi infrastruktur militer, tetapi perannya dalam melindungi infrastruktur sipil masih terbatas dan memerlukan koordinasi yang lebih erat dengan lembaga sipil.

Revisi Undang-Undang TNI dan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) yang sedang dibahas diharapkan dapat memberikan dasar hukum yang kuat untuk pembentukan struktur komando krisis siber nasional. Struktur ini harus mampu mengintegrasikan peran BSSN, TNI, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta lembaga terkait lainnya dalam satu kesatuan komando yang efektif. Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Singapura telah membentuk lembaga khusus yang bertanggung jawab atas koordinasi keamanan siber nasional.

Amerika Serikat memiliki Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA), sementara Singapura memiliki Cyber Security Agency (CSA). Kedua lembaga ini memiliki otoritas untuk memimpin respons terhadap insiden siber dan koordinasi lintas sektor. Indonesia perlu belajar dari praktik terbaik ini dan segera membentuk struktur komando krisis siber nasional yang memiliki otoritas, sumber daya, dan kapasitas untuk merespons ancaman siber secara efektif. Tanpa struktur ini, kita akan terus rentan terhadap serangan yang dapat melumpuhkan infrastruktur vital dan mengancam kedaulatan negara.

Merancang Sistem Tanggap Krisis yang Tangguh

Pembentukan struktur komando krisis siber nasional bukan hanya tentang menanggapi serangan, tetapi juga tentang membangun ketahanan siber yang proaktif. Ini mencakup pengembangan kapasitas sumber daya manusia, investasi dalam teknologi keamanan siber, dan peningkatan kesadaran publik tentang pentingnya keamanan siber.

Dengan mempertimbangkan dinamika tersebut, Indonesia perlu segera membentuk struktur komando krisis siber nasional yang terintegrasi dan efektif. Dalam struktur ini, presiden memegang otoritas tertinggi dalam menetapkan status krisis dan mengarahkan respons strategis. Menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan (Menko Polhukam) bertindak sebagai koordinator utama, memastikan sinergi antarlembaga. BSSN berperan sebagai pelaksana teknis utama, mengoordinasikan deteksi, analisis, dan mitigasi ancaman siber melalui Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional.

Aktivasi Darurat dan Struktur Komando Nasional

Dalam situasi krisis yang mengancam kedaulatan dan keamanan nasional, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dapat dikerahkan untuk mendukung BSSN, khususnya melalui unit-unit siber yang dimiliki oleh masing-masing matra. Struktur semacam ini dapat diaktifkan, misalnya, ketika serangan ransomware masif menyasar sektor energi atau layanan finansial nasional. Agar respons berjalan menyeluruh, koordinasi lintas sektor dengan kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kepolisian Negara Republik Indonesia, juga penting untuk memastikan respons yang komprehensif dan efektif terhadap insiden siber. Struktur ini menjadi tulang punggung kesiapsiagaan nasional dalam menghadapi eskalasi serangan siber lintas sektor.

Agar struktur ini dapat berfungsi secara optimal dalam kondisi krisis, diperlukan mekanisme aktivasi yang jelas dan berbasis hukum. Salah satu opsi adalah penetapan status darurat siber nasional oleh presiden, yang memberikan mandat komando terpadu atas seluruh respons lintas sektor. Aktivasi ini sebaiknya dilandasi oleh peraturan presiden (Perpres) atau instruksi presiden (Inpres) darurat, sebagai dasar legalitas sementara yang berlaku dalam situasi luar biasa. Namun demikian, tidak semua insiden perlu memicu status darurat; aktivasi bersifat selektif, bergantung pada eskalasi dan potensi gangguan terhadap fungsi vital negara. Dengan mekanisme ini, koordinasi lintas lembaga akan berjalan dalam satu komando yang sah, menghindari tumpang tindih wewenang, serta memungkinkan respons dalam hitungan jam alih-alih hari.

Kedaulatan Digital Butuh Komando

Dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks, kita tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan terfragmentasi. Kita memerlukan pendekatan terintegrasi, dengan struktur komando yang jelas dan kerangka kerja yang kuat. Hanya dengan cara ini kita dapat memastikan bahwa Indonesia siap menghadapi tantangan keamanan siber di masa depan. Di tengah meningkatnya eskalasi geopolitik digital, struktur komando krisis bukan lagi pilihan, melainkan syarat mutlak bagi eksistensi dan kedaulatan digital Indonesia. Dalam dunia yang terkoneksi tanpa batas, kelemahan satu titik bisa menjadi jalan masuk kehancuran seluruh sistem.

Author: Taufiq A Gani

Taufiq A Gani adalah penulis, peneliti, dan birokrat yang fokus pada isu-isu strategis seperti ketahanan siber, demokrasi pengetahuan, dan reformasi birokrasi digital. Ia meraih gelar Ph.D. di bidang Ilmu Komputer, dan telah mengikuti program kepemimpinan nasional strategis di LAN RI dan Lemhannas RI. Selain itu, ia memiliki kompetensi dan sertifikasi di bidang penjaminan mutu, keamanan informasi, serta penulisan dan penyuntingan karya ilmiah. Dengan pengalaman panjang di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Taufiq terlibat aktif dalam pengembangan kebijakan transformasi kelembagaan dan penguatan ekosistem pengetahuan nasional. Sebagai pendiri dan editor reflek-if.id, ia menjadikan media ini sebagai ruang reflektif dan refleksif untuk menafsirkan peristiwa, membangun gagasan strategis, dan menyuarakan arah kebijakan publik dengan tajam, jernih, dan bertanggung jawab.

Exit mobile version